-->


Pelantikan PPPK Paruh Waktu 2025

Posting Komentar


Pelantikan pegawai non-ASN menjadi ASN pada tahun 2025 dapat dikatakan sebagai tonggak penting dalam tata kelola kepegawaian pemerintah. Ini merupakan proses pengangkatan terbesar dalam sejarah kepegawaian Indonesia, termasuk di Kota Sukabumi yang pada Jumat lalu telah melantik sebanyak 1.827 PPPK Paruh Waktu.

Kebijakan pemerintah ini hadir untuk menata tenaga non-ASN yang tidak lulus seleksi ASN tahun 2024, memberikan solusi bagi instansi dengan keterbatasan anggaran, sekaligus membuka ruang kontribusi bagi para profesional yang ingin mengabdi tanpa meninggalkan pekerjaan utama. Bagi para PPPK Paruh Waktu, kebijakan ini tentu menghadirkan kejelasan status, jaminan hak, serta bentuk keadilan setelah bertahun-tahun bekerja dalam ketidakpastian.

Saya sendiri menjadi bagian dari mereka yang dilantik pada Jumat lalu. Tidak sedikit yang mengira saya telah lama menjadi ASN karena aktivitas saya selama ini selalu bersinggungan dengan lembaga Negara, mulai dari dunia pendidikan, bekerja di Komisi Pemilihan Umum, hingga di Pemerintah Kota Sukabumi.

Sejak 2002, saya memang memandang bahwa terlibat dalam kegiatan pemerintahan tidak selalu mengharuskan seseorang menjadi PNS. Karena itu beberapa kali saya melewatkan kesempatan mengikuti seleksi CPNS. Saya tidak menyesal, sebab hidup adalah pilihan dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing.

Di usia kepala empat, saya juga memahami sudah tidak ada peluang lagi menjadi ASN. Maka, meskipun bekerja di pemerintahan, saya menerima bahwa status saya bukan ASN. Saya menjalani pekerjaan sebagai pegawai pemerintah, meskipun belum berstatus pegawai negeri, posisi yang oleh sebagian besar masyarakat dipandang sebagai titik aman dalam pekerjaan di Indonesia.

Walakin, pemikiran pribadi saya tentu tidak selalu sejalan dengan arah kebijakan pemerintah. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, pemerintah berupaya menata kepegawaian agar lebih tertib serta mencegah kecenderungan instansi mengangkat pegawai berdasarkan kedekatan, bukan kompetensi.

Dalam masyarakat kita, masih berkembang pandangan lama, “yang penting bekerja dulu, nanti juga bisa.” Akibatnya, banyak pekerjaan tidak selaras dengan kecakapan pegawai, misalnya seorang sarjana sastra yang akhirnya bekerja di pabrik sepatu.

Dalam perspektif ekonomi mikro, fenomena ini lahir dari surplus tenaga kerja dan tingginya pengangguran. Selain itu, profesi sering kali dibayar tidak sesuai dengan profesionalismenya, sehingga seseorang memilih pekerjaan yang lebih layak secara ekonomi daripada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

Di titik inilah penetapan dan pelantikan PPPK Paruh Waktu menjadi penting sebagai bagian dari upaya penertiban pegawai dan penempatan berdasarkan kompetensi sebagaimana sering ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri.

Meskipun demikian, kenyataannya masih terdapat pegawai yang tidak bisa dilantik karena tidak tercatat dalam database BKN. Kondisi ini merupakan imbas dari kebijakan rekrutmen yang kurang menyentuh akar persoalan.

Beberapa rekan kerja saya tidak dapat mengikuti pelantikan PPPK Paruh Waktu hanya karena mereka pernah mengikuti seleksi CASN. Konon memang ada aturan, tetapi tanpa jaminan bahwa peserta seleksi CASN otomatis masuk dalam database meskipun telah mengabdi selama lima tahun atau lebih. Kebijakan ini terasa timpang karena menyamakan antara fresh graduate yang belum pernah bekerja dengan mereka yang telah lama mengabdikan diri di pemerintahan.

Mau tidak mau, pegawai yang tidak lolos seleksi CASN tetapi telah bekerja bertahun-tahun harus segera dimasukkan ke database dan diakomodasi dalam skema PPPK Paruh Waktu. Atau pemerintah perlu membuka kembali seleksi CASN yang memprioritaskan mereka dibandingkan fresh graduate. Keadilan bukan berarti menyamaratakan semua orang, melainkan menempatkan hak pada orang yang tepat.

Karena itu, pada hari pelantikan Jumat kemarin, saya secara pribadi tidak terlalu larut dalam euforia. Empati saya tertuju kepada rekan-rekan yang seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama, tetapi tidak menerimanya. Meskipun begitu, kita tetap perlu berbaik sangka. Di balik setiap peristiwa, selalu ada kebaikan yang mungkin belum terlihat sekarang tetapi akan tampak di kemudian hari.

Kang Warsa
Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.
Terbaru Lebih lama

Informasi Lainnya

Posting Komentar

Berlangganan