-->


Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi: Fenomena Lapang Merdeka (Bagian 19)

Posting Komentar
Di masa kepemimpinan Wali Kota Mohamad Muraz dan Wakil Wali Kota Achmad Fahmi (Muraz-Fahmi), terjadi fenomena sosial yang menarik di kawasan Lapang Merdeka Sukabumi.

Sejak era Wali Kota Muslikh Abdussyukur, lapang ini mulai menunjukkan geliat baru sebagai ruang publik yang tidak hanya digunakan untuk aktivitas olahraga, tetapi juga perlahan berkembang menjadi kawasan ekonomi rakyat.

Perubahan ini dipicu oleh meningkatnya kesadaran masyarakat perkotaan akan pentingnya gaya hidup sehat, mendorong lonjakan pengunjung yang signifikan setiap akhir pekan, khususnya pada Sabtu sore dan Minggu pagi saat cuaca cerah.

Lapang Merdeka pun menjadi magnet bagi masyarakat dari berbagai latar belakang: warga kota, warga Kabupaten Sukabumi, hingga para pedagang kaki lima. Fenomena ini juga turut membuka peluang ekonomi baru bagi beberapa organisasi masyarakat (ormas) yang mengelola lahan parkir tidak resmi di sekitar area lapang.

Dengan memanfaatkan sumber daya anggotanya, mereka menarik retribusi dari pengunjung yang memarkir kendaraan, khususnya sepeda motor di titik-titik strategis yang tersebar di sekeliling lapangan.

Namun, di balik hiruk pikuk tersebut, muncul persoalan yang cukup kompleks. Kawasan Lapang Merdeka dari tahun ke tahun berubah wajah. Jika sebelumnya lebih dominan oleh warga kota yang ingin berolahraga, di awal pemerintahan Muraz-Fahmi lapangan ini semakin ramai dipadati oleh para pedagang dari luar kota, khususnya dari wilayah Kabupaten Sukabumi, yang datang mencari nafkah.

Mereka tidak hanya menggelar lapak di pinggiran lapangan, tetapi juga merambah lintasan lari, tengah lapang, hingga memadati jalan-jalan akses utama seperti Jalan Mesjid, Jalan PGRI, dan kawasan Alun-Alun.

Menariknya, jika sebelumnya pedagang kaki lima di kawasan ini hanya menawarkan makanan dan minuman, saat itu terjadi ekspansi sektor dagang yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lapak-lapak mulai menjajakan pakaian, sepatu, sandal, peralatan rumah tangga, hingga elektronik murah. Fenomena ini sangat menyerupai suasana Pasar Marema yang digelar di Jalan Kapten Harun Kabir setiap bulan Ramadan. Sejumlah warga bahkan menyebut Lapang Merdeka telah berubah menjadi pasar rakyat mingguan tak resmi.

Sayangnya, kondisi tersebut memunculkan konflik kepentingan. Para pelaku olahraga yang sejak lama memanfaatkan Lapang Merdeka sebagai ruang rekreasi dan aktivitas fisik mulai merasa terganggu. Aktivitas lari, senam, atau jalan santai kini harus berbagi ruang dengan pedagang dan pembeli yang memenuhi seluruh sisi lapangan.

Konsentrasi terganggu oleh suara pedagang yang meneriakkan promosi dengan gimmick “banting harga”, di mana barang-barang seperti baskom plastik bisa dibeli hanya dengan Rp5.000 untuk tiga buah, atau daster yang biasanya dijual Rp100.000 di toko bisa didapatkan seharga Rp15.000 saja.

Tak hanya warga yang berolahraga yang merasa kewalahan. Organisasi masyarakat yang sebelumnya terlibat dalam pengelolaan parkir pun mulai kewalahan mengelola luapan pedagang yang jumlahnya semakin sulit dikendalikan.

Kondisi ini menjadi sorotan serius, dan pada tahun 2016, Pemerintah Kota Sukabumi melakukan kajian awal. Hasilnya, muncul kebijakan yang saat itu tergolong tidak populer: memindahkan para pedagang dari kawasan Lapang Merdeka ke sepanjang Jalan Mesjid, mulai dari depan Pusat Kajian Islam (Puski) hingga ke Alun-Alun Kota Sukabumi.

Pemindahan ini bukan tanpa risiko. Warga yang tinggal di sepanjang Jalan Mesjid mulai merasa terganggu akibat alih fungsi jalan menjadi area perdagangan mingguan.

Meskipun demikian, kebijakan ini dianggap sebagai langkah awal yang penting untuk mensterilkan Lapang Merdeka dari kegiatan non-olahraga, meskipun dilakukan tanpa dasar kajian akademik yang kuat. Beberapa waktu kemudian, para pedagang kembali direlokasi ke kawasan Jalan Lingkar Selatan yang dinilai lebih strategis dan tidak terlalu padat.

Baru pada tahun 2017, Pemerintahan Muraz-Fahmi menetapkan Peraturan Wali Kota (Perwal) No. 4 Tahun 2017 tentang pengaturan penggunaan kompleks Lapang Merdeka. Regulasi ini menjadi tonggak penting dalam upaya pengendalian dan penataan ulang fungsi lapangan sebagai ruang publik olahraga.

Walakin, seperti halnya kebijakan publik lainnya, relokasi dan penataan tersebut tetap menyisakan persoalan lanjutan. Tidak sedikit pedagang yang menolak direlokasi, dan pada saat tertentu, mereka kembali berdagang secara sporadis di kawasan lapang.

Langkah Pemerintah Kota Sukabumi dalam menerbitkan regulasi dan melakukan relokasi merupakan bagian dari upaya menyeimbangkan antara hak masyarakat untuk berekonomi dan hak masyarakat lainnya untuk menikmati ruang publik yang bersih, tertib, dan sesuai peruntukan.

Kendati demikian, kebijakan tersebut tetap membutuhkan evaluasi menyeluruh, pendekatan yang lebih inklusif, serta keberanian untuk menghadirkan solusi jangka panjang yang adil bagi semua pihak.
Kang Warsa
Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Informasi Lainnya

Posting Komentar

Berlangganan