-->


Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi: Infrastruktur Parsial (Bagian 21)

Posting Komentar
Setelah pemberlakuan aturan fungsi Lapang Merdeka agar tidak mengalami kerusakan signifikan akibat kegiatan yang kurang tepat, masih di masa pemerintahan Muraz–Fahmi dilakukan sejumlah penataan infrastruktur. Salah satunya adalah pembangunan trotoar di sepanjang Jalan Pelabuan II, mulai dari kawasan Jalan Lingkar Selatan hingga perbatasan kota di Lembursitu.

Secara tata ruang, pembuatan trotoar dengan memperlebar jalan kemudian menutup saluran air menggunakan betonisasi sebenarnya merupakan teknik pembangunan yang kurang tepat. Dengan cara ini, air justru akan lebih mudah menggenangi jalan ketika intensitas hujan cukup tinggi. Kondisi ini mencerminkan permasalahan umum pembangunan di negara dunia ketiga.

Permasalahan tersebut antara lain: pertama, terlalu fokus pada infrastruktur sekaligus jadi tanpa perencanaan yang jelas; kedua, anggaran selalu tarik-menarik dengan kegiatan lain; ketiga, fungsi bangunan tidak dipikirkan secara utuh dan matang.

Misalnya, trotoar seharusnya dibangun untuk pejalan kaki, namun di lapangan jarang sekali ada pejalan kaki yang memanfaatkannya, terutama di jalan-jalan protokol. Warga lebih memilih menggunakan badan jalan sebagai fasilitas publik bagi kendaraan bermotor, sedangkan trotoar sering dibiarkan kosong atau digunakan pedagang kaki lima di lokasi yang ramai.

Keempat, pembangunan infrastruktur di negara dunia ketiga cenderung tidak komprehensif, apalagi terkoneksi dengan pembangunan lainnya. Hal ini berkaitan erat dengan lemahnya perencanaan dan penganggaran. Proyek pembangunan berjalan sendiri-sendiri, bahkan pada satu ruas jalan sepanjang beberapa kilometer, pengerjaannya bisa melibatkan beberapa kontraktor berbeda.

Masalah-masalah tersebut telah menjadi persoalan klasik sejak era reformasi. Dengan bahasa kasar, seolah semua pihak harus “terciprati air” dari sebuah proyek, tanpa memikirkan bahwa kualitas pembangunan akan menurun dan kekuatannya rentan rusak.

Seperti halnya pembangunan trotoar pada masa Muraz–Fahmi yang bukan sebagai trotoar ideal, ketika hujan lebat turun, wilayah Cipanengah—mulai depan Hotel Pakidulan hingga pertigaan Santiong, sering mengalami luapan air yang cukup serius, mengalir ke wilayah selatan di depan SMK Negeri 4. Pada masa itu, setiap hujan deras selalu memicu banjir.

Dengan demikian, permasalahan serius yang dihadapi Kota Sukabumi untuk beberapa waktu ke depan adalah bencana hidrometeorologi berupa banjir dan genangan air.

Mengapa rata-rata warga Kota Sukabumi jarang memanfaatkan trotoar untuk berjalan kaki, terutama di jalan-jalan protokol yang jauh dari keramaian? Salah satu penyebabnya adalah kualitas lingkungan. Dahulu, sepanjang Jalan Pelabuan II ditumbuhi pohon-pohon besar yang membuatnya nyaman dilalui, terutama di musim panas atau saat cuaca terik.

Namun, sejak dua dekade terakhir, pohon-pohon tersebut ditebang tanpa ada upaya menggantinya. Kini, yang terlihat di sepanjang jalan hanyalah tiang listrik, kabel, reklame, dan tiang-tiang lain yang penataannya tidak selaras dengan estetika kota. Sampai masa kepemimpinan Muraz–Fahmi, penataan ini belum dilakukan secara menyeluruh, hanya sebatas memenuhi konsep pembangunan yang berorientasi pada penyerapan anggaran semata.

Informasi Lainnya

Posting Komentar

Berlangganan